counter easy hit

Pahit Getir Pelaku Wisata Bali dan NTT di Tengah Hantaman “Badai” Corona

PARA pelaku industri wisata di Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengandalkan pendapatan dari turis domestik dan mancanegara pusing bukan main manakala badai besar bernama virus corona alias Covid-19 menerpa secara global.

Wisatawan mancanegara sama sekali tidak boleh masuk selama pembatasan wilayah, membuat para pelaku wisata terpaksa gigit jari.

Mereka tidak boleh berlama-lama bermuram durja karena harus segera mencari jalan keluar. Apa yang dianggap sebagai musibah rupanya diam-diam membawa berkah.

Bony Oldam Romas, pengusaha kopi ‘Kopi Mane’ di Manggarai Timur, awalnya hanya mengandalkan penjualan langsung di gerai kopi miliknya. Mereka yang artinya “Kopi Sore” ini berdiri sejak 2014 dan kini bisa ditemui di Ruteng, Manggarai juga Labuan Bajo serta Maumere.

“Pukulan Covid-19 terasa sekali di Labuan Bajo, selama empat bulan total lockdown, tidak ada tamu yang masuk dan kafe tutup,” ujarnya saat berbicara di webinar Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif “Bertahan atau Pasrah? Apa Kata Pengusaha Kecil Sektor Pariwisata di Indonesia? Studi Kasus Labuan Bajo, Bali & Lombok” belum lama ini.

Di Ruteng, nasibnya sedikit lebih baik karena masih ada pelanggan lokal yang setia mencicipi lezatnya kopi di sana. Walau tetap saja jumlah pengunjung juga menurun drastis. Selama tiga bulan awal pandemi, maksimal omzet yang didapat 20 persen dari biasa.

“Omzet tiga bulan dari Maret turun, 0 persen karena tidak dibuka, di Ruteng bisa 20-30 persen,” ungkap dia.

Secercah harapan muncul saat dia memutuskan untuk berjualan lebih luas melalui dunia maya. Penjualan daring jadi jawaban untuk keluar dari kenestapaan. Ditambah lagi ada rekan-rekan dari Jakarta yang mengajukan diri untuk menjual kembali produk-produk kopinya (reseller).

Pembeli yang tidak bisa mampir langsung ke Kopi Mane akhirnya dapat menyesap minuman pahit di rumah masing-masing, entah dari Pulau Kalimantan hingga Pulau Jawa.

 

Bony berharap ke depannya kopi bisa jadi daya tarik baru untuk wisatawan sehingga ada banyak alasan, di luar melihat komodo, untuk mampir ke daerah indah di Timur sana.

Sembari menunggu suasana kembali kondusif, ia juga membuat pelatihan-pelatihan agar anak muda setempat bisa lihai bekerja sebagai barista. Begitu pula dengan warga binaan dari Lembaga Pemasyarakatan, sehingga mereka bisa mengubah nasib dengan berwirausaha di bidang kopi.

Dia getol mendorong anak-anak muda setempat untuk menguasai ilmu meracik kopi mengingat itulah salah satu sumber daya alam yang menonjol di sana. “Bisa jadi tuan rumah di daerah sendiri.”

Kisah pemilik ‘Krisna’

Wisatawan yang berkunjung ke Pulau Dewata hampir tak mungkin melewatkan toko oleh-oleh Krisna yang ternama di Bali. Bisa ditebak, bisnis ini begitu terpukul ketika pandemi melanda.

I Gusti Ngurah Anom, pemilik toko oleh-oleh khas Bali, Krisna memiliki total 2.500 karyawan yang bekerja di 32 outlet. Dia menuturkan, sebanyak 2.000 karyawan sempat dirumahkan selama pandemi karena toko-toko tidak bisa beroperasi. Untungnya, sejak beberapa bulan lalu bisnis kembali merangkak meski belum optimal.

“November, karyawan sudah kembali bekerja 60 persen,” kata dia, menambahkan semuanya berkat turis domestik yang mulai memberanikan diri untuk berlibur kembali.

“Sebelum pandemi omzet luar biasa, di masa pandemi Krisna dan bisnis pariwisata lain terdampak sekali. Sekarang sudah 40 persen, saya optimistis 2021 omzet Krisna kembali lagi ke 100 persen.”

Penyesuaian yang dilakukan di Krisna meliputi penerapan protokol kesehatan di seluruh toko, mulai dari kewajiban mencuci tangan, memakai masker, pengukuran suhu tubuh sebelum pembeli masuk hingga penyediaan hand santiizer.

“Krisna sudah siap dikunjungi,” imbaunya.

Bulan-bulan pertama virus corona melanda, kesedihan dan tekanan betul-betul dia rasakan. Namun dia tak mau berlama-lama terpuruk. “Bulan Mei akhir saya berpikir harus bangkit,” katanya.

Keluarganya punya latar belakang pertanian, sehingga I Gusti Ngurah Anom memilih menunggu pandemi berakhir dengan mengolah lahan seluas 23 hektare di daerah Bali Utara. Bersama dengan tim, dia mulai berkebun dan menanam aneka tumbuhan, mulai dari kacang, pisang hingga nanas.