Bandung – Selama pandemi COVID-19, perekonomian masyarakat tak dapat dipungkiri mengalami baku hantam. Banyak diantaranya yang kehilangan pekerjaan dan beralih ke bidang pekerjaan lainnya.
Salah satunya yang terjadi di RW 18 Desa Cibiru Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Warga di sana, mulai memanfaatkan desa wisata Tangga Seribu sebagai mata pencahariannya.
Ada berbagai macam cara yang bisa jadi pundi rupiah misalnya seperti membuka warung makanan dan minuman di puncak Tangga Seribu, berjualan jajanan tradisional, menjadi tukang kuli di tempat wisata, bagian kebersihan, hingga penjaga tiket.
Apalagi, Tangga Seribu memiliki potensi pengembangan wisata yang cukup baik dilihat dari suasana tempat wisata yang adem dan fasilitas yang sudah lengkap. Akses jalan pun cukup mudah dari area Kota Bandung.
Ketua RW 18, Dede mengatakan, wisata Tangga Seribu merupakan bagian dari program padat karya Kementerian Ketenagakerjaan yang memang bertujuan untuk memberdayakan pengangguran dan mempercepat laju perekonomian.
Hal itu dipertegas dengan monumen kecil sebelum menapaki anak tangga seribu yang bertuliskan ‘Padat Karya Infrastruktur Pembuatan Rabat Jalan Desa Cibiru Wetan, Kec. Cileunyi, Kab. Bandung Program PPKK Kemnaker RI Ta 2017’.
“Awalnya ini dari hasil gotong royong warga di saat tangga masih pake bambu dengan bantuan dana dari desa itu di tahun 2017. Lama kelamaan kita baru mengambil biaya tiket di tahun 2020 karena untuk pemeliharaan dan kebersihan di tempat wisata,” kata Dede saat ditemui detikcom, Senin (18/1/2021).
Meskipun masih terbilang baru, sebagai tempat wisata yang dikelola oleh masyarakat setempat, Dede meyakini, bahwa ekonomi masyarakat di wilayahnya dapat perlahan bangkit. Dari sisi tiket pun masih terbilang murah hanya Rp 3.500 per orang.
“Warung juga warga sini semua, kan intinya menunjang perekonomian masyarakat terutama di RW 18. Yang ngelola, jaga karcis, semua dari warga RW 18,” ujarnya.
Lebih lanjut, minat wisatawan yang berangsur membaik pun menambah keyakinan itu. Setidaknya ada puluhan warga yang bergantung pada kunjungan wisatawan.
“Kalau tiap minggu ada, tanggal muda dan tua itu ada perbedaan. Biasanya 400-500, kemarin-kemarin agak sepi 200-300 sekarang lumayan banyak. Luasnya kalau tangga seribu itu batasnya carik desa, paling sekitar 1 hektar, kalau kesananya wilayah perhutani. Yang diutamakan ini tangga seribu udah berjalan,” ucapnya.
Dede mengatakan, harapannya Tangga Seribu dapat dikenal oleh masyarakat di luar Bandung. Dalam jangka panjang, Dede yang juga sebagai Ketua Pengelola Tangga Seribu mendambakan akan ada usaha homestay yang dikelola oleh masyarakat.
“Besar harapan kalau wisata ini sampai ada rencana bikin homestay, jadi wisatawan yang di luar asal kota bisa datang dan diam beberapa hari. Mudah-mudahan masyarakat juga tidak ada kendala suatu apapun, ini juga kan pemberian pada intinya untuk masyarakat juga. Penerimaan dari masyarakatnya mudah-mudahan merespons dengan adanya wisata Tangga Seribu,” pungkasnya.